Minggu, 10 Mei 2015

taubat

Taubat Bohong Seorang Pemabuk

bir
Manshour bin Ammar berkata: “Dulu seorang temanku selalu berbuat maksiat, lalu kemudian ia bertaubat. Aku melihatnya sering melakukan ibadah dan shalat tahajjud. Tiba-tiba aku tidak melihatnya beberapa hari. Ada yang mengatakan kepadaku bahwa ia sedang sakit. Aku pun lantas mendatangi rumahnya. seorang puterinya keluar menemuiku, ia berkata: “Ingin bertemu siapakah engkau?”.
Aku menjawab: “Ayahmu”. Maka ia pun mengijinkanku.
Aku masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ayahnya berada di ruang tengah rumahnya dalam keadaan terbaring di atas kasurnya. Wajahnya nampak hitam, kedua matanya mencucurkan air mata, dan bibirnya nampak tebal dan membiru.
Dalam keadaan khawatir, aku berkata kepadanya: “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah!”. Ia pun membuka kedua matanya, lalu memandangi diriku, kemudian ia pingsan lagi. Aku pun
berkata lagi kepadanya: “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah!”. Kemudian aku mengatakannya lagi untuk yang ketiga kalinya.
Ia membuka kedua matanya, lalu berkata: “Wahai saudaraku, Manshour! Sungguh kalimat ini telah tertutup antara diriku dengannya”. Aku pun berujar: “Laa haula walaa quwwata ilia billahil ‘aliyyil ‘azhiim (Tiada daya dan kekuatan selain milik Allah yang Maha Tinggi lagi Mulia). Wahai saudaraku, di manakah shalat, puasa, dan tahajjud yang sering kamu lakukan itu?”.
Ia menjawab: “Aku melakukan semua itu bukan atas nama Allah. Taubatku adalah kebohongan belaka. Aku melakukan semua itu agar aku dikenal orang-orang sebagai ahli ibadah. Sungguh aku telah riya’ (beribadah cuma ingin dilihat oleh orang lain).
Pada saat aku tengah sendirian, aku mengunci pintu dan tidak peduli lagi dengan rasa malu, lalu aku menenggak minum-minuman keras. Aku memperlihatkan kemaksiatanku kepada Tuhanku. Kulakukan itu semua selama beberapa lama, hingga akhirnya aku menderita sakit dan dekat dengan kematian.
Aku berkata kepada puteriku  ini: ‘Ambilkanlah aku mushaf AI-Quran, Aku pun lantas berkata dalam hati: ‘Ya Allah, aku bersumpah demi kalimat agung-Mu yang tertuang dalam kitab suci AI-Quran ini, jika Engkau memberiku kesembuhan maka selamanya aku tidak akan kembali lagi kepada perbuatan dosa’. Allah pun menyembuhkan penyakitku.
Namun setelah sembuh dari penyakitku, justru aku kembali lagi melakukan perbuatan-perbuatan dosa yang sering aku lakukan sebelumnya. Aku menuruti hawa nafsuku dan menikmati kenikmatan yang haram. Setan benar-benar telah membuatku lupa akan janjiku kepada Allah. Aku melakukan hal itu selang beberapa lama hingga akhirnya aku jatuh sakit lagi dan aku merasa sudah dekat dengan kematian.
Aku pun memerintahkan keluargaku untuk memindahkanku ke ruangan tengah rumahku, sebagaimana aku selalu melakukan hal tersebut. Aku pun kemudian meminta diambilkan mushaf Al-Quran, lalu aku membacanya. Selanjutnya aku mengangkat mushaf tersebut seraya berkata: ‘Ya Allah, demi kehormatan kalimat-kalimat-Mu yang tertulis dalam mushaf yang mulia ini, aku ingin diberi kesembuhan oleh-Mu’.
Allah pun mengabulkan permintaanku dengan menyembuhkan penyakitku. Namun justru aku kembali lagi melakukan kemaksiatan sebagaimana sebelumnya. Aku pun kembali sakit lagi.
Aku menyuruh keluargaku untuk memindahkanku lagi ke ruangan tengah rumahku seperti yang engkau lihat
sekarang ini, lalu aku minta diambilkan mushaf Al-Quran untuk aku baca. Namun ternyata satu huruf pun dari Al Quran tersebut tidak terlihat oleh mataku. Aku tersadar bahwa Allah Ta’ala telah marah kepadaku. Aku pun lantas menengadahkan wajahku ke langit seraya berkata: ‘Ya Allah, Penguasa langit dan bumi, sembuhkanlah Aku!’. Tiba-tiba aku seakan mendengar suara berbicara:
Sungguh engkau bertaubat dari dosa-dosamu, jika
engkau ditimpa sakit
Lalu engkau kembali kepada perbuatan dosa, setelah sembuh
Seberapa banyak kesulitan, Dia menyelamatkanmu darinya
Dan seberapa sering musibah, Dia melepaskannya darimu
Lalu mengapa engkau menakuti kematianmu?
Padahal engkau telah berlaku licik kepada-Nya
Manshour bin Amman berkata: “Demi Allah, tidaklah aku keluar dari rurnahnya melainkan aku telah memperoleh beberapa ‘ibrah (pelajaran). Belum sempat aku sampai di pintu rumahku, tiba-tiba ada yang memberitahuku bahwa temanku itu telah meninggal”.
Sumber: Kisah-Kisah Su’ul Khotimah, Manshur bin Nashir al-’Awaji, penerbit Darussunnah.
Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam
=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar